banner pilkada 2024

Angka Stunting Kota Blitar Meningkat 6 Persen

Blitar –  Angka stunting Kota Blitar melonjak tajam hingga mencapai 6 persen. Penyebab utama di balik kenaikan ini adalah tingginya jumlah ibu bayi yang menderita anemia, suatu kondisi kurangnya sel darah merah yang vital.

Tidak hanya faktor anemia, ketersediaan alat antropometri juga telah memainkan peran penting dalam mengidentifikasi balita yang berisiko stunting.

Hal ini telah memudahkan proses pendataan dan penanganan terhadap anak-anak balita yang menghadapi risiko serius ini.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Blitar, Dharma Setiawan, memberikan pengungkapan mengenai situasi yang mengkhawatirkan ini.

Menurutnya, pada semester pertama tahun 2022, angka stunting mencapai 5,8 persen atau setara dengan sekitar 460 balita.

Meski sempat mengalami penurunan pada semester kedua, namun angka tersebut kembali meroket di awal 2023.

“Dalam kenyataannya, meskipun mengalami kenaikan, situasi ini masih terkendali. Persentase prevelensi mencapai sekitar 5,8 – 6 persen. Namun, patut diingat bahwa target umum yang telah ditetapkan untuk Indonesia pada tahun 2024 adalah maksimal 14 persen,” terang Dharma kepada awak media pada Senin (14/8/2023).

Dharma menjelaskan bahwa sejumlah faktor telah berperan dalam meningkatnya angka stunting ini. Salah satunya adalah masih adanya ibu-ibu bayi yang menderita anemia. Upaya deteksi dini pada calon ibu telah dilakukan guna mencegah terjadinya stunting pada bayi yang dilahirkan.

“Deteksi dini pada ibu hamil atau remaja putri merupakan hal yang krusial. Upaya ini bertujuan untuk mencegah terjadinya anemia. Selain itu, deteksi stunting juga penting setelah bayi mencapai usia 2 tahun, karena parameter yang diukur adalah tinggi badan,” paparnya.

Saat ini, Dharma mengungkapkan bahwa jumlah balita yang mengunjungi Posyandu telah mengalami peningkatan dibandingkan masa pandemi COVID-19. Fenomena ini telah memudahkan para kader Posyandu dalam mengidentifikasi balita yang mengalami stunting.

“Dalam kota Blitar, para kader Posyandu telah aktif menggunakan alat antropometri sebagai alat pendeteksi stunting, dan buktinya alat ini memberikan hasil yang lebih akurat,” tambahnya.

Alat antropometri, yang digunakan oleh para kader Posyandu, berperan dalam mengukur status gizi balita, termasuk tinggi badan, panjang badan, dan berat badan.

Data yang terkumpul akan dimasukkan ke dalam aplikasi sistem yang kemudian secara otomatis akan mengklasifikasikan apakah seorang anak mengalami stunting atau tidak.

Meskipun demikian, Dharma mengungkapkan bahwa deteksi stunting pada anak balita jauh lebih rumit dibandingkan dengan gizi buruk. Hal ini dikarenakan stunting baru bisa terdeteksi setelah anak mencapai usia 2 tahun.

“Uniknya di Kota Blitar, meskipun balita mengalami stunting, mereka tidak mengalami masalah kurang gizi. Ini disebabkan berat badan dan usia mereka sesuai dengan standar, sedangkan tinggi badan dan usia tidak. Situasi semacam ini lah yang masuk dalam kriteria stunting,” pungkas Dharma dengan tegas.

Baca Juga
Ayo ikut berpartisipasi untuk mewujudkan jurnalistik berkualitas!
Jurnalistik Berkualitas Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!