banner pilkada 2024

Tanggapan MUI Jatim soal Larangan Penggunaan Karmin

Surabaya – PW Lembaga Bahtsul Masail (LBM) NU Jawa Timur telah mengeluarkan keputusan resmi terkait larangan penggunaan karmin sebagai bahan makanan atau minuman.

Karmin, yang merupakan pewarna merah yang diambil dari bangkai serangga, sering digunakan sebagai bahan dalam produk yoghurt berwarna merah.

Ketua Komisi Fatwa MUI Jatim, KH Ma’ruf Khozin, menegaskan bahwa MUI telah membuat fatwa terkait penggunaan karmin sebagai salah satu bahan dalam pembuatan makanan dan minuman sejak tahun 2011. MUI tetap memperbolehkan penggunaan karmin hingga hari ini.

“Keputusan ini telah diambil MUI lebih dari satu dekade yang lalu, tepatnya pada tahun 2011. MUI telah mengizinkan penggunaan karmin sebagai bahan dalam makanan dan minuman,” kata Ma’ruf Khozin saat dihubungi oleh wartawan pada Rabu (27/9/2023).

Ma’ruf Khozin menjelaskan bahwa keputusan tersebut diambil setelah MUI berkonsultasi dengan berbagai ahli, termasuk dokter hewan dan Lembaga Pengawas Obat dan Makanan (LBPOM).

Hasil pertimbangan dari para ahli tersebut menyatakan bahwa karmin tidak berbahaya dan tidak memiliki efek negatif terhadap kesehatan manusia.

“Pertimbangannya kami ambil setelah berdiskusi dengan dokter hewan dan LBPOM. Hasilnya menunjukkan bahwa serangga tersebut tidak berbahaya dan tidak memiliki efek negatif. Oleh karena itu, kami mengeluarkan fatwa yang memperbolehkan penggunaan karmin, kecuali jika ada pernyataan dari ahli dokter hewan yang menyatakan sebaliknya,” ujarnya.

Ma’ruf Khozin juga mengungkapkan bahwa ia telah berkomunikasi dengan PW LBM NU Jatim terkait larangan penggunaan karmin dalam makanan dan minuman. Menurutnya, LBM NU Jatim merujuk pada pandangan Mazhab Syafi’i sebagai dasar larangan tersebut.

“Saya telah berbicara dengan PW LBM NU dan menanyakan latar belakang keputusan ini. Mereka mengacu pada pandangan Mazhab Syafi’i. Sebagaimana yang kita ketahui, Mazhab Syafi’i di Indonesia adalah pandangan yang dianut oleh NU dalam masalah fikih,” jelasnya.

“Dalam pandangan Mazhab Syafi’i, serangga termasuk dalam kategori binatang yang dianggap menjijikkan. Oleh karena itu, tidak diperbolehkan untuk dikonsumsi dalam makanan atau digunakan dalam produk di luar makanan, seperti kosmetik,” tambahnya.

Namun, Ma’ruf Khozin tetap menekankan bahwa MUI tetap memperbolehkan penggunaan karmin, dan hasil dari bahtsul masail NU Jatim juga masih mencantumkan pandangan ulama Malikiyah yang memperbolehkan penggunaan karmin.

“Meskipun dalam keputusan bahtsul masail terdapat pandangan yang melarang, tetapi juga masih ada pandangan ulama Malikiyah yang memperbolehkan penggunaan karmin. Jadi, sebenarnya terdapat ruang untuk memperbolehkannya. Namun, yang menjadi viral adalah pernyataan Ketua PWNU Jatim yang melarang,” jelasnya.

“Intinya, kami mencoba mengakomodasi berbagai pandangan dan tidak perlu memperdebatkan lebih lanjut,” pungkas Ma’ruf Khozin.

Baca Juga
Ayo ikut berpartisipasi untuk mewujudkan jurnalistik berkualitas!
Jurnalistik Berkualitas Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!