Surabaya – Slamet Yulianto tidak pernah menduga akan diinvestigasi oleh polisi setelah menjual Potassium Chlorate. Ini karena ia menjual barang tersebut sebagai pupuk untuk tanaman buah Kelengkeng.
Saat itu, barang dagangannya dibeli oleh Abdul Hamid dan Lukman Arifin. Mereka mengklaim bahwa Potassium Chlorate tersebut akan digunakan untuk membersihkan kolam udang.
Namun, yang terjadi selanjutnya adalah Potassium Chlorate ini ternyata digunakan sebagai komponen bahan peledak.
Akibatnya, keduanya akhirnya ditangkap oleh Baharkam Mabes Polri dan diamankan di Ditpolairud Polda Jatim.
Kasus ini dimulai pada Senin (11/6) ketika petugas dari Ditpolair Korpolairud Baharkam Polri mendapat informasi tentang pemasok bahan peledak di wilayah Sulawesi yang akan digunakan untuk membuat bom ikan. Setelah penyelidikan lebih lanjut, ternyata ada pengiriman yang dilakukan dari Jawa Timur.
Pada Rabu (14/6) malam, polisi mulai mencurigai sebuah rumah di Karang Tembok Surabaya. Mereka menduga rumah tersebut menjadi tempat penyimpanan bahan peledak yang dikirim ke Sulawesi.
Saat dilakukan pemeriksaan, polisi menemukan 2 karung Potassium Chlorate, masing-masing berisi 25 kilogram, yang dimiliki oleh Abdul Hamid.
Potassium Chlorate ini disimpan di lantai 2 rumah rekannya, Moch. Anam Firdaus. Abdul Hamid ternyata menjualnya lagi ke Sulawesi untuk digunakan sebagai bahan peledak ikan.
Dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rakhmat Hari Basuki mengatakan bahwa semua barang ini didapatkan oleh Abdul Hamid dari Lukman Arifin.
Sementara Lukman mengakui mendapatkan barang tersebut dari seorang distributor di wilayah Sidoarjo atau membelinya melalui CV Pratama Agro milik Slamet Yulianto melalui aplikasi Shopee.
“Terdakwa Lukman Arifin mengaku mendapatkan barang tersebut dari distributor di wilayah Sidoarjo atau membelinya dari CV Pratama Agro milik Slamet Yulianto melalui aplikasi Shopee dengan pembayaran COD,” kata Basuki dalam surat dakwaannya.
Dalam persidangan, Fradan Dwi, keponakan dari Slamet, membenarkan hal tersebut. Dia mengatakan bahwa pembelian dilakukan beberapa kali dan pembayarannya dilakukan secara tunai di kawasan Waru, Sidoarjo.
“Benar, saya sempat COD dengan terdakwa pada 12 Juni 2023, awalnya membeli 1 sak Potassium Chlorate seharga Rp 1,25 juta, kemudian membeli lagi besok dan lusanya (3 kali pembelian),” ujar Fradan saat persidangan di Ruang Garuda PN Surabaya, Rabu (6/9/2023).
“Terdakwa memberitahu saya bahwa Potassium Chlorate tersebut akan digunakan untuk membersihkan tambak udang di daerah Madura dan tidak ada informasi bahwa akan dikirim ke Sulawesi,” lanjutnya.
Sementara itu, Slamet Yulianto mengonfirmasi pernyataan Fradan. Dia mengatakan bahwa dia sangat terkejut ketika mengetahui bahwa barang yang seharusnya digunakan sebagai pupuk untuk Kelengkeng agar berbuah segar dan manis ternyata digunakan sebagai komponen bahan peledak.
“Setelah saya mempelajarinya, saya baru menyadari bahwa ini adalah bahan yang berbahaya (B2). Sekarang, setiap kali saya menjualnya, saya menyertakan surat pernyataan agar tidak disalahgunakan. Menurut pengetahuan saya, pupuk MPK dan MKP tidak berbahaya, dan perlu disimpan di gudang khusus. Tidak ada risiko ledakan seperti karbit jika terkena panas,” kata Slamet.
Sementara itu, kedua terdakwa tidak membantah kesaksian Fradan dan Slamet. Mereka mengakui bahwa mereka tahu bahwa Potassium Chlorate termasuk dalam kategori bahan peledak jenis oksidator.
Ini berarti bahwa jika dicampur dengan salah satu bahan reduktor seperti gula, arang, aluminium powder, dan belerang, maka sifatnya akan berubah menjadi bahan peledak dan dapat meledak jika terkena panas, benturan, gesekan, tekanan, atau percikan api.
Sebagai akibat dari tindakan mereka, keduanya dijerat dengan Pasal 1 ayat (1) 1 UU Darurat Nomor 12 tahun 1951 tentang senjata api, amunisi, dan bahan peledak, yang dihubungkan dengan pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.