banner pilkada 2024

Citayam Haus Kemerdekaan

SIARANESIA – Citayam Fashion Week yang biasa disingkat CFW menjadi tranding topik beberapa minggu terakhir sebelum HUT Kemerdekaan ke-77 RI. Terhitung, mulai Juli 2022 lalu, CFW menyanding isu-isu elit di jagat nusantara. Bahkan banyak CFW tandingan di berbagai kota besar seperti Surabaya dan Malang. Citayam haus kemerdekaan.

Citayam awalnya hanya sebatas wahana peragaan busana unik yang menjadi identitas anak-anak muda SCBD (red: Sudirman, Citayam, Bogor dan Depok). Mereka berbaur unjuk kebolehan dan bertingkah polah menunjukkan style fashion yang dikenakan. Mulai style baju unik, potongan rambut tak biasa, hingga pakai alas kaki tak sejenis. Muaranya, menjadi perlawanan bagi kaum elit dan glamour.

Pada short video yang pernah penulis tonton, Bonge, saat diwawancara salah satu media nasional menyebut, CFW mau menunjukkan, fashion tidak hanya sebatas glamour, dan yang punya fashion tidak hanya kaum elit saja. Anak-anak SCBD dan kaum bawah lain berhak menentukan identitas fashion mereka.

Fenomena sosial CFW layak dikaji dari berbagai sudut pengetahuan. CFW menjadi representasi mahalnya kemerdekaan berekspresi di negara yang katanya sudah merdeka sedari 77 tahun silam.

Sikap Pemerintah

Ironis, dibalik riuh ria warga SCBD yang susah payah menarik perhatian jutaan pasang mata,  pemerintah menganggap CFW tak lebih hanya sebatas parasit yang menjadi biang kemacetan dan masalah ketertiban. Pemprov DKI Jakarta sempat berniat merelokasi ke pusat pertokoan Sarinah yang semula di Dukuh Atas Sudirman.

Niat baik pemprov mendapat penolakan halus anak-anak CFW. Ridwan Kamil atau yang biasa dipanggil Kang Emil saat diwawancara salah satu stasiun TV nasional pernah membeberkan dugaan yang menjadi alasan penolakan relokasi warga SCBD. Kata Kang Emil, Dukuh Atas lokasinya memang strategis. Dekat stasiun KRL, jadi akses mudah. Bonge pun yang hadir saat itu membenarkan kata Kang Emil.

Revitalisasi bisa dikatakan membunuh? Ya, membunuh Citayam. Membunuh ekspresi akan-anak muda SCBD. Pertama, Citayam menjadi identitas mereka. Citayam sudah melekat dalam diri mereka dan penikmatnya. Kedua, faktor mereka berbaur karena akses yang mudah. Kalau direlokasi ke lokasi baru yang tak memiliki kemudahan akses yang sama layaknya lokasi semula, tak ada makna lain selain membunuh Citayam secara halus.

Terlepas soal benar salah, tawaran pemerintah dan penolakan warga SCBD yang keduanya sama-sama halus, merepresentasikan bahwa Indonesia masih menjunjung tinggi adat ketimuran. Dalam masyarakat Jawa sendiri juga masih sering ditemui, orang yang bertamu ditawari makan, tidak mau, tapi menjawab ‘nggih sampun’ (red: iya, sudah).

Lebih lanjut, penolakan halus anak-anak SCBD menunjukkan perlawanan terhadap pembunuhan karakter Citayam? Tentu, mereka tak rela jika identitas yang susah payah dibangun lenyap. DIlihat dari kacamata lain, perlawanan anak-anak SCBD menyadarkan publik, resistensi demokrasi rakyat tak bisa diremehkan.

Citayam dan Semangat Menjelang Kemerdekaan ke-77 RI

Citayam dari segi sosio-antropologis, tak lain sebagai bentuk intuisi yang mengarahkan kreativitas berbusana anak-anak muda kelas bawah, di tengah-tengah gempuran citra fashion glamour kaum elit ibu kota.

Identitas fashion anak-anak mudah seperti di SCBD sudah selayaknya dihargai. Karena polah tingkah mereka cerminan kemerdekaan. Hukum manusia pun juga tak terlepas dari memanusiakan manusia. Tak cukup sampai di sana, identitas yang dieluh-eluhkan anak-anak CFW juga menjadi bagian hak asasi manusia yang tertuang di sila ke-dua.

CFW juga bisa dipandang sebagai perlawanan yang tak kenal lelah dari kaum bawah kepada kaum elit yang kadang lupa memanusiakan manusia. Sekali lagi, perlawanan anak-anak SCBD terhadap ke-glamour-an kaum elit memakai cara yang halus. Mereka membuktikan, untuk eksis, tak perlu glamour.

Aksi Bonge dan kawan-kawan menandakan, ancaman kaum bawah melalui kreativitas, selayaknya bom waktu bagi kaum elit. Strata sosial dapat tergerus dan lenyap. Kaum elit bisa tersingkirkan kapanpun. Terbukti, simpati publik se-antero nusantara beberapa minggu terakhir tertuju pada tingkah polah CFW.

Belajar dari Citayam Fashion Week yang haus kemerdekaan di jalanan ibu kota, antara ada atau tidaknya hakikat kemerdekaan, semangat kemerdekaan tak boleh luntur. Dirgahayu Kemerdekaan RI ke-77. Merdeka!

Baca Juga
Ayo ikut berpartisipasi untuk mewujudkan jurnalistik berkualitas!
Jurnalistik Berkualitas Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!