Kudus – Tradisi budaya Kirab Tebokan Jenang menghiasi suasana di Desa Kaliputu, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, Rabu (19/7/2023).
Pantauan dari awak media, titik awal kirab yang dimulai sekitar pukul 15.30 WIB ini dari jalan Sosrokartono, mengelilingi permukiman warga hingga mencapai Balai Desa Kaliputu. Ada lima gunungan yang dikirab dengan penuh semangat, berisi jenang dan hasil bumi lainnya.
“Alhamdulillah, warga sangat antusias dalam menyambut kirab kali ini, berbeda dengan situasi pada tahun sebelumnya yang dipengaruhi oleh pandemi,” ujar Kepala Desa Kaliputu, Widyo Pramono, saat ditemui oleh para wartawan di lokasi, pada Rabu (19/7/2023).
Widyo menyampaikan bahwa sebelumnya tradisi tebokan hanya digelar di masing-masing masjid setiap tanggal 1 Muharram atau 1 Suro. Namun, kemudian para warga, terutama pengusaha jenang yang mayoritas tinggal di desa ini, berinisiatif untuk menggelar kirab tebokan jenang dengan lebih meriah.
“Dulu tebokan hanya merupakan ungkapan syukur pengusaha jenang di masjid. Namun, akhirnya kami mengangkat acara ini menjadi tradisi pariwisata tingkat nasional yang didukung oleh Dinas Pariwisata dan diadakan secara tahunan,” jelas Widyo.
“Melalui tradisi tebokan ini, kami berharap jenang dari Kaliputu semakin dikenal oleh masyarakat dari luar kota bahkan negara lain, sehingga semakin banyak yang tertarik untuk mencicipi jenang khas kami,” lanjutnya.
Kirab Tebokan Jenang ini diwarnai dengan gunungan jenang yang dikirab sebagai simbol harapan dan doa. Widyo berharap kirab ini dapat membantu memperkenalkan makanan jenang yang berasal dari Desa Kaliputu.
“Terdapat sekitar lima gunungan yang berasal dari para pengusaha jenang. Dalam maknanya, kami berharap para pengusaha semakin sukses dan rukun, tanpa ada persaingan yang merugikan. Kami berjalan bersama untuk membangun Desa Kaliputu melalui tradisi tebokan jenang ini,” ungkapnya dengan penuh semangat.
Sejarah jenang di Desa Kaliputu terkait erat dengan cerita dari Mbah Saridin, atau yang dikenal juga sebagai Syeh Djangkung, yang dimakamkan di Pati. Menurut cerita dari Widyo, Mbah Saridin memberikan bantuan kepada cucu Mbah Soponyono, leluhur Desa Kaliputu, dengan memberikan jenang gamping.
Singkatnya, Saridin meramalkan bahwa kelak warga Kaliputu akan hidup dari jenang. Dan memang hingga kini, mayoritas warga Kaliputu menjadi pengusaha jenang.
“Ceritanya bermula ketika cucu dari Mbah Soponyono yang merupakan cikal bakal Desa Kaliputu, kehilangan salah satu merpatinya di sungai dan meninggal. Kemudian, Saridin memberikan bubur jenang gamping, dan dengan anugerah itu, sang merpati hidup kembali,” paparnya.
“Sejak saat itu, di Desa Kaliputu dikabarkan bahwa kehidupannya akan terus terkait dengan jenang gamping (yang dikenal sebagai jenang Kudus),” tambahnya, dengan bangga mengenang sejarah tradisi yang masih dilestarikan hingga saat ini.