banner pilkada 2024

Tiktok Bakal Jadi E-Commerce, Diskusi Perizinan dengan BI

ilustrasi

Jakarta – TikTok, platform media sosial berbasis video pendek, kini sedang menggelar pembicaraan tahap awal dengan regulator di Indonesia guna memperoleh lisensi pembayaran. Langkah ini dianggap sangat serius, karena akan memperkuat ambisinya untuk merajai berbagai sektor, termasuk e-commerce dan pembayaran di Tanah Air.

Kabar ini beranjak dari pengumuman CEO TikTok, Shou Zi Chew, yang pada bulan Juni lalu menyatakan komitmen platformnya untuk menginvestasikan miliaran dolar di Indonesia dan seluruh kawasan Asia Tenggara.

Menurut dua sumber dari Reuters yang mengetahui rencana ini, TikTok, yang merupakan milik raksasa teknologi China, ByteDance, tengah berdiskusi dengan Bank Indonesia (BI) untuk mendapatkan restu dalam upayanya.

“Seorang juru bicara TikTok mengonfirmasi pada hari Jumat (4/8) bahwa diskusi mengenai hal itu sedang berlangsung. Ia menambahkan bahwa lisensi pembayaran di Indonesia nantinya akan membantu para konten kreator dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) berjualan di platformnya. Sementara itu, perwakilan dari BI tidak memberikan tanggapan terkait permintaan komentar,” begitu dilansir dari laporan Reuters.

Mendapatkan lisensi pembayaran, seperti yang dijelaskan dalam laporan, akan memungkinkan TikTok untuk memperoleh keuntungan dari biaya transaksi dan secara langsung bersaing dengan raksasa e-commerce Asia Tenggara seperti Shopee milik Sea dan Lazada milik Alibaba.

Dengan jumlah pengguna mencapai 125 juta di Indonesia setiap bulannya, TikTok menjadi salah satu platform besar di negara ini, setara dengan angka pengguna di Eropa dan hampir menyamai jumlah pengguna di AS yang mencapai 150 juta.

Sebelumnya, versi TikTok untuk pasar China, Douyin, yang juga dimiliki oleh ByteDance, telah memperoleh izin lisensi pembayaran di China pada tahun 2020. Namun, belum ada informasi jelas apakah TikTok telah berhasil memperoleh lisensi serupa di negara-negara lain di dunia. Hingga saat ini, baik ByteDance maupun TikTok sendiri belum memberikan komentar terkait hal ini.

Indonesia, sebagai negara dengan populasi lebih dari 270 juta jiwa, menjadi pasar yang menjanjikan untuk sektor e-commerce dengan total transaksi senilai hampir USD 52 miliar pada tahun sebelumnya, menurut data dari Momentum Works. Dari jumlah tersebut, sekitar 5% transaksi e-commerce terjadi melalui platform TikTok, terutama melalui siaran live streaming.

Sementara di Amerika Serikat, TikTok juga berencana meluncurkan platform e-commerce untuk menjual barang-barang buatan China. Meskipun begitu, perusahaan menyatakan kepada Reuters bahwa saat ini belum ada rencana untuk meluncurkan layanan serupa di Indonesia, mengingat beberapa pejabat telah menyuarakan keprihatinan bahwa fitur semacam itu dapat membahayakan UMKM lokal dan berpotensi menghadapi banjir impor dari China.

TikTok sendiri tengah menghadapi tantangan besar di AS akibat kekhawatiran atas kemungkinan pengaruh pemerintah China terhadap platformnya. Gedung Putih dan sejumlah pemerintah negara bagian AS telah melarang penggunaan TikTok di perangkat pemerintah.

Meskipun TikTok telah berulang kali membantah bahwa mereka pernah berbagi data pengguna AS dengan pemerintah China, dan telah mengambil langkah-langkah penting untuk melindungi privasi dan keamanan penggunanya, namun upaya tersebut nampaknya belum memuaskan. Selain AS, Australia dan Kanada juga telah mengambil tindakan serupa dengan melarang penggunaan TikTok di perangkat pemerintah mereka.

Baca Juga
Ayo ikut berpartisipasi untuk mewujudkan jurnalistik berkualitas!
Jurnalistik Berkualitas Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!