banner pilkada 2024

Skandal Boeing 737 MAX: Pentingnya Manajemen Krisis dan Reputasi dalam Dunia Bisnis

Ilustrasi Pesawat Boeing 737-MAX. (sumber: istimewa)

Tidak sampai disitu saja, pesawat Boeing 737 MAX yang dijatuhkan larangan terbang sepanjang 2019-2020 lantas juga berdampak pada penjualan Boeing dan saingannya karena banyak perusahaan yang kemudian membatalkan pesanan mereka dan beralih ke Airbus. Hal ini dapat terlihat dari penjualan Airbus di tahun 2019 yang mencapai 1,131 pesawat dibandingkan Boeing yang hanya mencapai 246 pesawat. Total kerugian Boeing diestimasikan mencapai US$ 18,4 Milyar (Rp300 triliun).

Analisis Manajemen Krisis dan Reputasi

Jika dilihat dari sudut pandang manajemen krisis, dalam menghadapi situasi seperti ini sebenarnya Boeing memiliki banyak cara untuk memitigasi eskalasi krisis agar tidak menjadi semakin besar, namun sayang mereka nampaknya malah menerapkan pendekatan yang kontraproduktif.

Sebagai contoh, jika menggunakan Teori Situational Crisis Communication Theory (SCCT) karya W. Timothy Coombs, maka suatu perusahaan harus menerapkan prinsip-prinsip manajemen krisis dan reputasi yang sesuai dengan persepsi khalayak terhadap tanggung jawab mereka sebagai organisasi atas krisis tersebut.

Dalam kasus Boeing 737 MAX, persepsi publik adalah Boeing bertanggung jawab penuh atas krisis tersebut karena ada kemungkinan besar bahwa kegagalan dalam mendesain dan mengawasi sistem mereka menjadi penyebab utama dari 2 kecelakaan naas yang terjadi.

Oleh karena itu, berdasarkan SCCT, Boeing seharusnya menggunakan strategi pemulihan (rebuild strategy), seperti meminta maaf secara tulus, memberikan kompensasi layak kepada keluarga korban, dan segera mengambil tindakan nyata untuk memperbaiki masalah tersebut, baik itu dengan melakukan investigasi tanpa perlu adanya unsur paksaan, maupun dengan melakukan update software secara sigap terhadap sistem yang dicurigai bermasalah.

Namun alih-alih melakukan rebuild strategy, Boeing malah menggunakan pendekatan strategi pengurangan (diminish strategy), dalam hal ini Boeing mencoba mengecilkan isu dan memutus keterlibatan perusahaan dengan krisis yang terjadi dengan mengatakan bahwa error yang ditemukan pada sistem MCAS tidak dapat berakibat fatal, dan kesalahan utama mungkin terletak pada maskapai yang tidak menerapkan prosedur keamanan dengan baik.

Masalahnya, diminish strategy hanya cocok digunakan apabila ada bukti kredibel untuk mendukung klaim perusahaan dan jika tidak ada framing negatif yang ditujukan kepada perusahaan oleh media-media besar yang dipercaya oleh masyarakat luas. Sedangkan seperti yang kita ketahui, bukan hanya FAA telah menemukan bukti adanya error pada sistem MCAS yang memberatkan Boeing sedari awal insiden terjadi, media seperti Fox dan CNN juga telah mengaitkan temuan FAA dengan kecelakaan pesawat Lion Air dan membuat sentimn masyarakat menjadi negatif terhadap Boeing.

Ketidaksesuaian antara tindakan yang diambil Boeing dengan persepsi publik inilah yang membuat mereka semakin dilihat mengelak dari tanggung jawab dan mencoba melempar kesalahan ke pihak lain. Akibatnya, reputasi Boeing mengalami kerusakan parah, yang berdampak pada penjualan pesawat, dan kepercayaan konsumen yang sampai saat ini belum membaik terhadap produk Boeing 737 MAX mereka.

Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya manajemen krisis dan reputasi bagi sebuah organisasi. Reputasi yang buruk dapat mengakibatkan kerugian finansial yang signifikan, dan kehilangan loyalitas pelanggan. Sebaliknya, organisasi yang berhasil mengelola krisis dengan cermat dan mempertahankan reputasi yang baik akan lebih mudah bangkit kembali dan mempertahankan kepercayaan publik.

Oleh karena itu, setiap organisasi sebaiknya memiliki strategi manajemen krisis dan reputasi yang matang. Strategi tersebut harus mencakup komunikasi yang efektif , tanggung jawab sosial, dan transparansi dalam operasional perusahaan.

 

Artikel ini ditulis oleh Muhammad Vano Budi Putra, mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi, Universitas Paramadina.

Halaman: 1 2Tampilkan Semua
Baca Juga
Ayo ikut berpartisipasi untuk mewujudkan jurnalistik berkualitas!
Jurnalistik Berkualitas Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!