
Siaranesia – Peringatan Hari GIS (Geographic Information System) yang akan dirayakan pada 20 November 2024 merupakan kesempatan emas untuk menyoroti pentingnya teknologi geospasial dalam mengatasi tantangan global, termasuk salah satu isu paling mendesak, yaitu ketahanan pangan.
Di tengah ancaman perubahan iklim, peningkatan populasi, dan keterbatasan sumber daya alam, GIS hadir sebagai solusi yang tidak hanya inovatif tetapi juga sangat strategis. Di Indonesia, yang memiliki keanekaragaman geografis dan ekosistem yang kaya, teknologi GIS dapat menjadi katalisator utama dalam mewujudkan ketahanan pangan yang berkelanjutan.
Ketahanan pangan adalah kebutuhan mendesak yang tidak bisa lagi ditunda. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa produksi pangan Indonesia masih menghadapi berbagai kendala, mulai dari degradasi lahan, gangguan iklim, hingga distribusi yang tidak merata. GIS memungkinkan kita untuk melihat dan memahami masalah ini secara holistik.
Dengan kemampuan memetakan data spasial secara akurat, GIS memberikan gambaran lengkap tentang potensi dan tantangan sektor pangan di setiap wilayah. Teknologi ini dapat membantu mengidentifikasi lahan subur, memetakan risiko bencana, dan menentukan langkah mitigasi untuk mengurangi dampak perubahan iklim terhadap produksi pangan.
Salah satu kontribusi utama GIS dalam ketahanan pangan adalah dalam manajemen lahan pertanian. Dengan memanfaatkan data spasial, pemerintah dan petani dapat mengidentifikasi zona pertanian potensial berdasarkan faktor-faktor seperti jenis tanah, tingkat kesuburan, ketersediaan air, dan pola cuaca.
Dengan analisis ini, GIS memungkinkan pengelolaan lahan yang lebih efisien, sehingga produktivitas pertanian dapat meningkat tanpa harus membuka lahan baru yang dapat merusak ekosistem.
Dalam konteks perubahan iklim yang semakin tidak terprediksi, GIS juga membantu memantau pola cuaca ekstrem, sehingga petani dapat mempersiapkan langkah-langkah antisipatif, seperti memilih varietas tanaman yang lebih tahan terhadap kondisi ekstrem.
Namun, ketahanan pangan tidak hanya berbicara soal produksi, tetapi juga distribusi. Sebagai negara kepulauan, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam mendistribusikan pangan secara merata. GIS dapat memetakan jalur distribusi yang optimal, mengidentifikasi daerah surplus dan defisit pangan, serta merancang strategi logistik yang lebih efisien.
Dengan pendekatan ini, ketimpangan pasokan pangan antar wilayah dapat diminimalkan, sehingga semua masyarakat, terutama di daerah terpencil, dapat mengakses pangan dengan lebih mudah dan terjangkau.
Di sisi lain, GIS juga dapat digunakan untuk memantau ancaman terhadap produktivitas pangan, seperti serangan hama dan penyakit tanaman. Dengan teknologi ini, penyebaran hama dapat dipetakan secara real-time, memungkinkan tindakan pencegahan yang lebih cepat dan efektif.
Misalnya, jika data menunjukkan adanya potensi serangan hama di suatu wilayah, pemerintah dapat segera mengambil langkah seperti penyemprotan pestisida atau pengendalian biologis untuk mencegah kerusakan yang lebih luas. Hal ini tidak hanya melindungi hasil panen, tetapi juga mengurangi risiko kerugian ekonomi bagi petani.
Peringatan Hari GIS 2024 juga menggarisbawahi pentingnya keberlanjutan dalam pengelolaan sumber daya pangan. GIS mendukung konsep pertanian presisi, yaitu pendekatan modern yang menggunakan data untuk mengoptimalkan penggunaan sumber daya.
Dengan GIS, petani dapat mengetahui kebutuhan pupuk, air, dan pestisida secara spesifik untuk setiap lahan mereka. Hal ini tidak hanya mengurangi biaya produksi, tetapi juga meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan, seperti pencemaran tanah dan air akibat penggunaan bahan kimia yang berlebihan.
Lebih jauh lagi, GIS memiliki peran yang sangat penting dalam perencanaan jangka panjang ketahanan pangan. Data spasial yang dikumpulkan dan dianalisis melalui GIS dapat digunakan untuk memprediksi kebutuhan pangan di masa depan, merancang pola tanam yang adaptif terhadap perubahan iklim, serta mengelola stok pangan secara strategis. Dengan data ini, pemerintah dapat merumuskan kebijakan pangan yang tidak hanya relevan untuk kebutuhan saat ini, tetapi juga tangguh menghadapi tantangan di masa mendatang.
Namun, untuk memaksimalkan potensi GIS dalam mendukung ketahanan pangan, diperlukan sumber daya manusia yang terampil dan memahami teknologi ini. Pelatihan GIS bagi petani, penyuluh pertanian, dan pembuat kebijakan harus menjadi prioritas nasional.
Dengan meningkatkan kapasitas SDM di bidang geospasial, teknologi ini dapat diimplementasikan lebih luas dan efektif. Selain itu, pemanfaatan GIS juga membuka peluang baru di sektor pertanian, seperti pengembangan pekerjaan berbasis teknologi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan.
Hari GIS 2024 bukan hanya perayaan, tetapi juga panggilan untuk bertindak. Di tengah ancaman perubahan iklim dan ketidakpastian global, GIS adalah solusi yang memungkinkan kita untuk bertindak lebih strategis dan efektif dalam menjaga ketahanan pangan.
Teknologi ini memberikan kita kemampuan untuk memahami dunia secara lebih mendalam dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk melindungi masa depan. Dengan memanfaatkan GIS, Indonesia dapat memperkuat ketahanan pangan, meningkatkan kesejahteraan petani, dan memastikan bahwa generasi mendatang dapat hidup dalam dunia yang lebih sehat dan berkelanjutan.
Pada akhirnya, Hari GIS adalah pengingat bahwa teknologi bukan sekadar alat, tetapi juga harapan. Harapan untuk dunia yang lebih adil, di mana semua orang memiliki akses yang sama terhadap sumber daya pangan.
Harapan untuk lingkungan yang lebih terjaga, di mana ekosistem tetap lestari meskipun kebutuhan manusia terus meningkat. Dan harapan untuk masa depan yang lebih cerah, di mana inovasi seperti GIS menjadi pilar utama dalam membangun ketahanan pangan yang tangguh dan berkelanjutan.
Mari kita manfaatkan momentum Hari GIS 2024 untuk berkomitmen pada aksi nyata, demi masa depan Indonesia yang lebih kuat dan mandiri dalam pangan.
*) Penulis adalah Dosen Magister Studi Lingkungan, Sekolah Pascasarjana Universitas Terbuka dan juga Asesor Kompetensi LSP Geospasial-Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP)