Jakarta – Keseringan membunyikan klakson di Pematang Siantar, Sumatera Utara (Sumut), bisa berakibat pada denda sebesar Rp 500 ribu.
Aturan ini diterbitkan dalam surat edaran (SE) oleh Wali Kota Pematang Siantar, Susanti Dewayani, yang melarang pengendara motor dan mobil untuk membunyikan klakson terlalu sering.
SE tersebut tercantum dalam SE Nomor 500.11.1/5302/VII/2023 yang berisi tiga imbauan utama terkait pembunyian klakson di Pematang Siantar, yaitu:
Pengendara yang melanggar aturan tersebut dapat dikenai denda sebesar Rp 500 ribu dan ancaman hukuman penjara paling lama dua bulan. Dasar hukumnya mengacu pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) Pasal 285 ayat 1 dan 2.
Lebih lanjut, fungsi klakson sebenarnya adalah untuk saran berkomunikasi, bukan sebagai alat untuk bersikap sembarangan.
Klakson digunakan untuk memberitahu pengguna jalan lain tentang adanya bahaya di jalan atau untuk mengisyaratkan perubahan aktivitas berkendara yang akan dilakukan, sehingga dapat meminimalisir risiko berkendara.
Direktur Training Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI), Sony Susmana, menjelaskan bahwa etika dalam membunyikan klakson perlu diperhatikan, terutama terkait lokasi dan intensitas suara yang dihasilkan.
Sebagai contoh, klakson tidak boleh digunakan di daerah sekolah, rumah sakit, rumah ibadah, atau kompleks militer (TNI). Suara klakson juga harus lembut dan singkat.
Sony berpesan agar masyarakat lebih memperhatikan etika dalam menggunakan klakson, baik untuk kendaraan mobil maupun sepeda motor.
Ia menegaskan bahwa membunyikan klakson seharusnya hanya untuk tujuan memberi peringatan akan adanya bahaya di jalan, bukan digunakan secara sembarangan.