
Siaranesia, Trenggalek — Dunia pendidikan Provinsi Jawa Timur khususnya di Kabupaten Trenggalek kembali menjadi sorotan. Meski pemerintah telah mengucurkan dana besar melalui Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dan adanya praktik pungutan yang disebut “sumbangan” masih ditemukan di lapangan. Salah satunya diduga terjadi di SMK Negeri 1 Pogalan, Kabupaten Trenggalek.
Mengingat pernyataan resmi dari Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, yang dengan tegas menolak praktek pungutan atau sumbangan yang bersifat memaksa di sekolah:
Pernyataan Gubernur Khofifah Indar Parawansa itu detailnya tentang ;
Larangan pungutan wajib Tidak boleh ada pungutan dalam bentuk apa pun, termasuk terhadap siswa baru.
Sifat sumbangan Harus bersifat sukarela, berdasarkan keputusan bersama, dan tidak memaksa.
Transparansi dan akuntabilitas Komite harus transparan dalam perencanaan dan pengelolaan dana.
Penegakan hukum internal Pakta integritas menjadi bentuk komitmen menolak pungutan tidak sah.
Larangan pungli oleh kepala dan komite sekolah menarik pungutan liar di luar ketentuan.
Nilai Rp 600 Ribu per Siswa, Sukarela atau Tidak? Pada tahun ajaran 2024, pihak sekolah melalui komite diduga menetapkan sumbangan sebesar Rp600.000 per siswa. Dengan total 18 kelas, nominal yang terkumpul bukan angka kecil. Ironisnya, siswa yang belum melunasi tagihan saat duduk di kelas 10 tetap diminta membayar meski sudah naik ke kelas 11.
Kepala Sekolah: “Itu Ranah Komite” Saat dikonfirmasi pada Rabu (6/8/2025), Kepala Sekolah SMKN 1 Pogalan, Supriyadi, menyatakan sumbangan tersebut bersifat sukarela. “Kalau ada yang mau, ya silakan. Tidak ada paksaan,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa detail teknis merupakan kewenangan komite sekolah.
Namun, keterangan ini berbeda dengan pengalaman wali murid di lapangan. Seorang wali murid yang enggan disebutkan namanya mengatakan, “Katanya untuk rehab mushola, tapi anak saya tetap ditagih meski belum bayar dari tahun lalu.”
Dana BOS Ada, Mengapa Masih Meminta Sumbangan? Pertanyaan pun muncul: jika dana BOS sudah ada untuk operasional, mengapa masih perlu pungutan? Apakah mekanisme transparansi dan akuntabilitas sudah berjalan sebagaimana mestinya?
Pendidikan Seharusnya Membebaskan, Bukan Membebani Praktik semacam ini menimbulkan keresahan di kalangan orang tua dan siswa. Dunia pendidikan seharusnya menjadi jalan pembebasan, bukan menambah beban. Jika sumbangan memang dibutuhkan, seharusnya ada kejelasan, keterbukaan, dan tanpa unsur paksaan—terlebih bagi siswa dari keluarga kurang mampu.
Jurnalis siaranesia sudah beberapa kali menghubungi pihak sekolah ( petugas pengamanan, pegawai dan guru), hingga mencari di ruang komite sekolah tersebut, namun selalu gagal, karena berbagai alasan, tidak ada ditempat, tidak mengetahui dan tidak mau memberikan nomor tilp/WA dari Komite, seperti yang dikatakan petugas pengamanan, pegawai dan guru
Jurnalis Yupi
Editor Arief