Ponorogo – Langkah tegas dilakukan oleh DPU-SDA Jatim untuk mengatasi masalah bangunan ilegal yang berdiri di sepanjang jalur Ngambakan-Sumoroto, khususnya di RT 05 RW 02 Dukuh Tamanan Desa/Kecamatan Kauman.
Pembongkaran paksa terhadap sembilan titik lokasi bangunan ilegal tersebut dilaksanakan hari ini dengan menggunakan satu unit ekskavator.
Keputusan ini memunculkan beragam pandangan, terutama dari warga yang terdampak.
Salah satu warga terdampak, Murgino (53), mengungkapkan kekecewaannya terkait pembongkaran ini.
Menurutnya, tidak ada sosialisasi sebelumnya, dan aktifitas warga kini lumpuh total setelah bangunan miliknya dibongkar paksa.
“Tidak ada sosialisasi. Pada 31 Agustus lalu, pihak desa bertemu dengan DPU, dan katanya bangunan di atas jembatan dilarang. Kenyataannya, malah jembatannya yang dibongkar. Kami jelas menolak dan kecewa karena aktifitas kami sekarang lumpuh total,” ungkapnya dengan perasaan kecewa.
Murgino juga menambahkan bahwa jembatan yang dibongkar itu dibangun oleh keluarganya pada tahun 1993 dengan biaya mencapai Rp 20 juta saat itu. Kini, ia merasa bingung karena ekonomi keluarganya sangat terbatas.
“Jembatan kami yang dibongkar memiliki panjang 6 meter. Sekarang kami tidak tahu harus bagaimana. Kalau ingin membangun lagi, kami tidak punya cukup uang. Kami ini hanya orang miskin,” tambahnya.
Namun, Kepala Bidang PU-SDA Pemprov Jatim, Rose Rante Pandeme, memberikan penjelasan bahwa pembongkaran ini dilakukan terhadap bangunan jembatan milik warga yang ada di atas saluran air.
Hal ini karena bangunan tersebut dianggap ilegal dan menjadi penyebab potensial banjir saat musim hujan tiba.
“Yang dibongkar hari ini adalah sembilan titik penyempitan, dan di bawahnya masih longgar. Ini dilakukan karena pelanggaran aturan. Saluran ini adalah saluran pembuangan ke bawah atau sungai, namun sebagian juga digunakan untuk irigasi, sehingga salurannya harus lebar,” jelas Rose.
Rose juga menegaskan bahwa pihaknya telah melakukan sosialisasi sebelumnya dan mengirimkan surat peringatan hingga tiga kali kepada warga, tetapi tidak ada respons yang memadai dari mereka.
Bangunan ini dinilai melanggar aturan, karena menurut peraturan, jembatan yang dibangun di atas saluran air milik pemerintah maksimal berukuran 3 meter.
Kenyataannya, warga membangun jembatan hingga 6 meter dan menyempitkan saluran sebesar 1 sampai 2 meter.
“Setelah kami melakukan pemeriksaan, masih banyak bangunan yang menghalangi, termasuk penyempitan yang ada di dekat pintu air, sehingga harus diatur. Kami sudah memberikan peringatan satu, dua, dan tiga kepada mereka, dan mereka telah mengetahui aturan tersebut,” pungkasnya.