Jakarta – Mantan Menkopolhukam, Mahfud MD, kasih pandangan serius soal kondisi hukum dan demokrasi di Indonesia. Dia bilang, hukum Indonesia ini lagi nggak jelas arahnya belakangan ini.
“Kita lagi kehilangan arah hukum yang benar, kehilangan sukma hukum. Itu nggak bisa disembunyiin,” kata Mahfud saat ngobrol sama wartawan abis hadir di Sekolah Hukum PDI Perjuangan di Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Jumat (14/6).
Guru besar hukum tata negara Universitas Islam Indonesia (UII) ini menjelasin, masalah hukum Indonesia bisa dibuktikan lewat kajian teoritis maupun praktik langsung. Kondisi ini, jelas Mahfud, bahaya banget buat kelangsungan hidup bangsa.
Lebih lanjut, Mahfud juga bilang kalau demokrasi Indonesia terancam kalau hukum nggak diterapin dengan benar. “Demokrasi bisa disalahgunakan. Membunuh demokrasi dengan cara demokratis,” ujarnya.
Mahfud juga ngebahas soal hukum progresif dan keadilan substantif. Dia kritik ahli hukum yang cuma ngeliat hukum secara normatif dan anggap hukum cuma aturan belaka.
Tapi, Mahfud irit ngomong saat ditanya soal kondisi hukum dan demokrasi Indonesia kalau menantu Presiden Jokowi, Bobby Nasution, dan anak bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep, maju di Pilkada 2024. “Kamu tahu jawabannya, kok tanya lagi,” jawab Mahfud.
Dalam paparannya di depan calon legislatif PDI Perjuangan terpilih, Mahfud nyinggung soal pembentukan hukum yang seenaknya buat kepentingan politik golongan tertentu. “Hukum dibuat sesukanya, nggak pakai demokrasi, suara rakyat, ataupun aspirasi. Hal yang kayak gini bikin kesewenang-wenangan,” kata Mahfud.
Mahfud juga ngomongin pentingnya keseimbangan hukum dan demokrasi buat kelangsungan hidup bernegara. “Kalau hukum dan demokrasi nggak dibangun dan ditegakkan seimbang, susah bangun Indonesia Emas 2045. Jangan mimpi,” tegasnya.
Dia juga jelasin hubungan politik dan hukum. Mahfud bilang, kondisi politik yang demokratis bisa disandingkan sama hukum yang progresif. Politik demokratis, menurutnya, punya ciri-ciri kayak lembaga legislatif yang nentuin kebijakan hukum, pemerintah yang netral dan taat asas, serta kehidupan pers yang bebas. Sementara hukum progresif punya ciri-ciri khusus, yaitu pembuatan aturan yang partisipatif, substansinya inspiratif, dan tafsir implementasinya dibatasi.
“Kalau hukum ortodoks-konservatif, pembuatannya sentralistik (terpusat), substansinya normatif-instrumentalistik, dan sifatnya open interpretative,” tutup Mahfud.