Jakarta – Setelah putusan yang dijatuhkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) menantang bakal capres untuk datang dan berdiskusi di kampus.
Mahasiswa yang mengenakan jaket kuning ini bermaksud untuk mendebat pandangan para bakal capres terhadap berbagai isu krusial.
Pertanyaannya, apakah Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto akan mengambil tantangan ini dan hadir di Universitas Indonesia (UI)?
“Jika memang punya nyali, BEM UI mengundang semua calon presiden/bakal calon presiden untuk hadir ke UI karena kami siap untuk menguliti semua isi pikiran kalian,” ujar Ketua BEM UI, Melki Sedek Huang, dalam pernyataan tertulis berjudul ‘Silakan Datang ke UI Jika Berani!’, pada Senin (21/8/2023).
Tantangan ini dilontarkan oleh BEM UI sebagai respons atas keputusan MK yang diumumkan pada 15 Agustus 2023 lalu.
MK secara resmi mengabulkan tuntutan terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017, khususnya Pasal 280 ayat (1) huruf h. Implikasinya, kampanye di tempat ibadah kini dilarang sepenuhnya.
Meskipun begitu, peserta pemilu tetap memiliki kewenangan untuk hadir di institusi pendidikan dan fasilitas pemerintah, selama mereka tampil tanpa simbol atau atribut kampanye, dan diundang oleh pihak yang bertanggung jawab.
BEM UI memandang kesempatan ini sebagai momen yang sangat strategis.
“Kebolehan institusi pendidikan untuk mengundang para calon pemimpin harus digunakan untuk menguji substansi dan isi otak tiap calon pemimpin, bukannya jadi ladang cari muka para pimpinan kampus dan ladang main mata kaum intelektual dan politisi saja,” tegas Melki Sedek Huang.
Ketua BEM UI mengungkapkan kejenuhan akan kampanye-kampanye politik yang telah mencapai tahap yang membosankan.
Ia menilai bahwa generasi muda tidak terpikat oleh retorika kosong, politik identitas, atau pencitraan semata.
Mahasiswa UI ingin berhadapan langsung dengan para calon presiden dan mengajukan pertanyaan kritis.
“Kami siap menyampaikan aspirasi kami dan mendebat seluruh argumen kalian jika perlu. Kami tak mau masa depan bangsa ini digantungkan pada calon pemimpin yang hanya berfokus pada kampanye, pencitraan, dan lip service tak bermutu. Kami butuh pemimpin yang cerdas dan berpihak untuk rakyat banyak,” kata Melki.
Keputusan MK yang melarang kampanye di tempat ibadah ini sejalan dengan Putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023.
Ong Yenni dan Handrey Mantiri adalah pihak yang mengajukan gugatan. MK menghapus Penjelasan Pasal 280 ayat (1) huruf h dalam UU Pemilu dan merevisi Pasal 280 tersebut.
Dalam konteks baru, Pasal 280 ayat (1) huruf h diubah menjadi:
“Pelaksana, peserta, dan tim kampanye Pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan, kecuali dalam hal fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan, selama mereka telah memperoleh izin dari pihak yang bertanggung jawab dan hadir tanpa mengenakan simbol kampanye.”