Sorong – Kasus kejahatan asusila yang terjadi di sebuah pondok pesantren di Sorong, Papua Barat Daya akhirnya terungkap setelah berlangsung selama enam tahun.
Tindakan cabul dan pemerkosaan yang dilakukan oleh pimpinan pondok pesantren berinisial IK (52) terhadap tiga santriwati akhirnya terbongkar.
Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Sorong, Iptu Handam, mengungkapkan bahwa pengungkapan kasus ini bermula ketika salah satu korban memiliki keberanian untuk mengungkapkan peristiwa tragis yang menimpanya kepada seorang saksi.
Berkat kesaksian ini, kasus ini pun akhirnya mencuat dan sampai kepada orang tua korban.
“Drama terungkap saat korban membagikan penderitaannya kepada seorang saksi, yang kemudian memberitahukan kejadian ini kepada orang tua korban,” kata Handam pada Rabu (30/8/2023).
Orang tua korban segera melapor ke Polres Sorong pada Senin (28/8), menginformasikan kejahatan yang telah dilakukan oleh pelaku.
Hanya dalam waktu satu hari, dua korban lainnya juga melaporkan perbuatan pelaku pada Selasa (29/8).
“Ada dua laporan polisi yang kami terima, satu dari orang tua korban dan yang lainnya dari korban lain. Pelaporan pertama terjadi pada 28 Agustus dan yang kedua pada 29 Agustus. Hasil pemeriksaan awal mengindikasikan bahwa dua korban menjadi korban persetubuhan di bawah umur, sementara yang satu mengalami pelecehan,” terang Handam.
Handam menjelaskan bahwa korban pertama kali mengalami pencabulan saat masih bersekolah di Madrasah Tsanawiyah (SMP), lalu pada pertengahan tahun 2017, korban mengalami persetubuhan. Korban juga mengungkap bahwa ini bukanlah kejadian pertama kalinya, sebelumnya dia sudah diperkosa dua kali.
“Berdasarkan pengakuan korban, pencabulan pertama kali dialami saat dia masih duduk di bangku madrasah tsanawiyah (SMP), kemudian pada pertengahan tahun 2017 saat dia sudah menjadi siswa di madrasah aliyah (SMA), dia mengalami persetubuhan,” ungkap Handam.
“Ketika peristiwa persetubuhan berlangsung, usia korban baru 16 tahun. Dari pengakuan korban, ini sudah yang kedua kalinya dia mengalami pemerkosaan,” tambah Handam.
Kapolres Sorong, AKBP Yohanes Agustiandari, menjelaskan bahwa pelaku telah melakukan pencabulan dan pemerkosaan terhadap santriwati sejak tahun 2014 hingga 2020. Kejahatan tersebut terjadi dalam rentang waktu yang berbeda-beda.
“Dua korban pertama melaporkan bahwa mereka menjadi korban pencabulan saat masih bersekolah di SMP. Sementara korban ketiga melaporkan bahwa dia mengalami pencabulan antara bulan Februari hingga Maret 2020 oleh pelaku yang sama, dari pondok pesantren yang sama juga,” terang Yohanes.
Yohanes juga menyebut bahwa pelaku mengancam korban selama tindakan pencabulan dan pemerkosaan berlangsung.
Meski demikian, Yohanes belum memberikan rincian lebih lanjut mengenai ancaman yang dilontarkan oleh pelaku.
“Korban diancam bahwa rahasia ini akan diungkap, sehingga membuat korban merasa takut untuk melaporkannya,” jelasnya.
Pihak kepolisian masih terus melakukan penyidikan mendalam terkait kasus ini. Tim penyidik juga akan menggali lebih dalam mengenai motif di balik penutupan kasus selama enam tahun ini.
“Kami masih terus mendalami laporan mereka, mencari tahu mengapa kasus ini baru dilaporkan sekarang. Mungkin ada peristiwa atau dinamika khusus antara pimpinan pondok pesantren dan para korban yang mempengaruhi keputusan mereka untuk melapor,” terang Yohanes.
Pelaku, IK, telah ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan di Mapolres Sorong pada Rabu (30/8).
“Kami telah melakukan penahanan terhadap tersangka inisial IK (52), yang juga merupakan pimpinan Pondok Pesantren di salah satu lokasi di Kabupaten Sorong,” ujarnya.
Atas tindakannya, tersangka dijerat dengan Pasal 81 ayat 1 dan ayat 3 juncto Pasal 76D dan/atau Pasal 82 ayat 1 juncto Pasal 76E UU Nomor 35 tahun 2014. Pelaku menghadapi ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.