WAWANCARA EKSKLUSIF | Syukur F (Shondhey): “KHDPK Bukan Transaksi Politik, Tapi Jalan Kemandirian Desa Hutan”


Siaranesia.com, SALATIGA,— Di tengah dinamika politik menjelang tahun-tahun strategis, sejumlah pihak mulai menyoroti Program Kemitraan Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Hutan (KHDPK). Tak sedikit yang menuding program ini sebagai alat politik transaksional, bahkan dikaitkan dengan upaya mencari simpati publik.

Namun, di balik narasi yang beredar, ada fakta lapangan yang berbeda. Siaranesia.com berbincang secara eksklusif dengan Syukur F., atau akrab disapa Shondhey, Ketua Yayasan Lumbung Madani Indonesia yang selama ini mendampingi masyarakat desa hutan di berbagai daerah.
Berikut petikan wawancaranya:

Apa tanggapan Anda terhadap tuduhan bahwa KHDPK adalah alat politik transaksional?

Shondhey: Saya menilai tuduhan itu bentuk simplifikasi yang keliru dan bahkan merendahkan kecerdasan masyarakat desa hutan. KHDPK bukan program politik, tapi program pemberdayaan berbasis kelestarian lingkungan. Ia lahir dari kebutuhan nyata di lapangan—bagaimana masyarakat sekitar hutan bisa hidup lebih sejahtera tanpa merusak alam.
Bila ada pihak yang menyebut ini sebagai “bagi-bagi”, mereka tidak paham bahwa setiap rupiah yang dihasilkan petani hutan bukan pemberian, melainkan hasil kerja keras mereka sendiri. KHDPK itu membangun sistem ekonomi baru di desa hutan, bukan sekadar menyalurkan dana.

Sejauh mana program ini berdampak bagi masyarakat di sekitar kawasan hutan?

Shondhey: Dampaknya luar biasa. Di banyak desa dampingan kami, masyarakat yang tergabung dalam Kelompok Tani Hutan (KTH) kini memiliki akses legal untuk mengelola lahan. Mereka menanam tanaman pangan, hortikultura, hingga mengembangkan usaha ternak terpadu.
Bukan hanya ekonomi yang bergerak, tapi juga sosial. Warga jadi lebih percaya diri, anak-anak mereka bisa sekolah lebih baik, dan yang paling penting—mereka merasa memiliki tanggung jawab terhadap kelestarian hutan.
Kami mencatat peningkatan pendapatan keluarga yang signifikan dalam dua tahun terakhir. Jadi kalau ini disebut “program bagi-bagi”, ya jelas tidak benar. Ini hasil nyata dari kerja keras kolektif.

Bagaimana sebenarnya mekanisme KHDPK di lapangan?

Shondhey: Program ini berbasis kemitraan. Negara memberikan akses dan pendampingan kepada masyarakat melalui kelompok tani hutan. Mereka dilatih dalam tata kelola usaha, manajemen keuangan, hingga pemasaran produk.
Kami juga membantu mereka mengembangkan produk olahan hasil hutan nonkayu—seperti madu, jamur, empon-empon, dan tanaman herbal. Selain itu, kami dorong pemuda desa agar masuk dalam ekosistem kewirausahaan berbasis lingkungan.
Intinya, KHDPK bukan hanya memberi izin, tapi membangun kapasitas.

Apa filosofi besar yang mendasari KHDPK menurut Anda?

Shondhey: Paradigmanya sederhana tapi mendalam: Hutan Lestari, Masyarakat Sejahtera. Ketika masyarakat sejahtera, otomatis mereka menjadi penjaga hutan yang paling efektif. Mereka tahu bahwa hutan adalah sumber kehidupan, bukan objek eksploitasi.

Selama ini yang sering terjadi, masyarakat justru dijauhkan dari hutan. Padahal, mereka lah yang paling punya kepentingan untuk menjaga kelestariannya. KHDPK mengembalikan hubungan itu menjadi kemitraan sejati antara rakyat dan negara.

Ada pihak yang menyebut program ini berisiko. Apa tanggapan Anda?

Shondhey: Justru sebaliknya. KHDPK itu hadir untuk mengurangi risiko—risiko kemiskinan, ketimpangan, dan kerusakan lingkungan. Program ini memberi solusi nyata terhadap masalah-masalah yang selama ini diabaikan.
Masyarakat yang diberdayakan justru jauh lebih peduli menjaga hutan dibandingkan dengan pendekatan represif. Ini bukan program instan. Ini investasi sosial jangka panjang.

Bagaimana Anda melihat peran media dalam situasi seperti ini?

Shondhey: Media punya tanggung jawab besar untuk menjaga nalar publik. Jangan hanya menulis dari rumor atau narasi politis yang berkembang di permukaan. Turunlah ke lapangan, dengarkan suara petani, ibu-ibu KWT, dan pemuda desa yang hidupnya berubah karena KHDPK.
Saya percaya media yang jujur dan berpihak pada fakta akan melihat bahwa program ini bukan alat politik, tapi gerakan pemberdayaan yang nyata hasilnya.

Harapan Anda terhadap masa depan KHDPK?

Shondhey: Saya berharap KHDPK terus diperkuat dan dilindungi dari kepentingan politik jangka pendek. Program ini sudah terbukti mampu menggerakkan ekonomi rakyat tanpa merusak alam.
Ke depan, kita perlu menanamkan kesadaran baru bahwa hutan bukan sekadar ruang ekologi, tapi ruang ekonomi yang adil dan berkelanjutan. KHDPK adalah jalannya.

Terakhir, pesan Anda bagi publik yang masih meragukan KHDPK?

Shondhey: Datanglah dan lihat dengan mata kepala sendiri. Temui para petani hutan yang kini bisa mengirim anaknya ke sekolah, lihat lahan-lahan kritis yang kini hijau kembali. Itulah bukti yang tak terbantahkan.
KHDPK bukan transaksi politik. Ia adalah wujud nyata cinta terhadap alam dan rakyat kecil—yang bekerja sunyi, menjaga bumi agar tetap hidup untuk anak cucu kita.

Catatan Redaksi: Wawancara ini merupakan bagian dari liputan khusus siaranesia.com mengenai pemberdayaan masyarakat di kawasan hutan dan dampaknya terhadap ekonomi hijau nasional.

Baca Juga
Ayo ikut berpartisipasi untuk mewujudkan jurnalistik berkualitas!
Jurnalistik Berkualitas Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!